Senin, 08 April 2013

Kemampuan Afektif dan Psikomotorik



Secara umum, kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh suatu jenjang pendidikan adalah kemampuan kognitif, kemampuan afektif, dan kemampuan psikomotorik. Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang meliputi kemampuan berpikir, menghapal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Kemampuan afektif merupakan kemampuan yang berhubungan dengan minat dan sikap. Sedangkan, kemampuan psikomotorik merupakan kemampuan yang berdasarkan keterampilan gerak dan dalam penggunaan otot.
KEMAMPUAN AFEKTIF

Kemampuan afektif yang berkaitan dengan minat dan sikap ini, erat hubungannya dengan emosi anak didik. Jika kemampuan afektif pada anak tidak tumbuh atau muncul, maka efeknya secara tidak langsung si anak tidak dapat menyenangi atau fokus atau merespon dengan baik terhadap mata pelajaran yang diajarkan atau diberikan. Sehingga kemampuan ini sangat perlu untuk diperhatikan secara lebih oleh tenaga pendidik maupun orang tua terhadap anak didik.


Kemampuan afektif dibagi kedalam lima jenjang menurut Taksonomi Bloom (1956), yaitu :

  1. Receiving atau attending : (menerima atau memeperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada  dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyelesaikan gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Contoh hasil belajar ranah afektif receiving adalah peserta didik memperhatikan gerakan-gerakan sholat yang dilakukan oleh orang muslim.
  2. Responding (menanggapi) mengandung arti "adanya parsitipasi aktif". Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dalam membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi dari pada jenjang receiving. Contoh hasil balajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau mengenali lebih dalam lagi ajaran-ajaran Islam tentang tata cara melakukan sholat.
  3. Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap sesuatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi dri pada receiving atau responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mampu menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan "itu adalah baik", maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar afektif jenjang valuing adalah tumbuhnya keinginan yang kuat pada diri peserta didik untuk melakukan ibadah sholat ketika waktu sholat itu tiba, dimanapun dia berada.
  4. Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga membentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai yang lain. Pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai afektif jenjang organization adalah peserta didik melaksanakan sholat wajib lima waktu sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
  5. Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai . nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya menjadi sebuah kebiasaan diri. Contoh daari nialai afektif ini adalah peserta didik menjadi terbiasa melakukan sholat wajib lima waktu tanpa harus ada perintah dari orang lain.


Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena kemampuan yang dinilai dalam ranah afektif adalah :
  • Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian.
  • Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan.
  • Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai.
  • Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasi nilai, mamahami hubungan abstrak, mangorganisasi sistem suatu nilai.

Penilaian afektif memiliki tujuan utama yaitu mengetahui karakter siswa dalam proses pembelajaran. Hasil pembelajaran dapat dibagi menjadi tiga bagian menurut Chatib (2012), yaitu:
  1. Penilaian pada saat proses belajar sedang berlangsung. Pemberi nilai dalam kondisi ini dilakukan oleh guru kelas. Output-nya berbentuk laporan perkembangan siswa.
  2. Penilaian di luar proses belajar di dalam sekolah. pemberi nilai adalah semua guru di sekolah yang berkesempatan memantau sikap siswa. Laporannya berbentuk buku poin, buku pintar, dll.
  3. Penilaian di luar sekolah atau di rumah. pemberi nilai adalah orang tua. Laporannya berbentuk buku penyembung atau penghubung.
Penilaian afektif pada saat proses belajar adalah bagaimana sikap, respons, dan minat siswa terhadap proses belajar. Indikator penilaian afektif ini jumlahnya bermacam-macam, namun minimal harus memenuhi persyaratan indikator:
  1. Sikap siswa terhadap dirinya sendiri selama proses belajar. Contoh indikatornya adalah kehadiran siswa.
  2. Sikap siswa dalam hubungan dengan guru selama proses belajar. Contoh indikatornya adalah perhatian terhadap guru pada saat proses belajar berlangsung.
  3. Sikap siswa dalam hungungan dengan teman-temannya selama proses belajar. Contoh indikatornya adalah sikap siswa terhadap teman-temannya pada saat proses belajar berlangsung (membuat keributan, mengajak ngobrol temannya, menjahili temannya, dll).
  4. Sikap siswa dalam hubungan dengan lingkungannya selama proses belajar. Contoh indikatornya adalah sikap siswa terhadap kebersihan kelas.
  5. Respon siswa terhadap materi pembelajaran. Contoh indikatornya adalah motivasi dan partisipasi siswa dalam materi pembelajaran.
Penialaian afektif di luar proses belajar adalah penilaian terhadap sikap dan perilaku siswa dipandang dari sikap internal dan hubungannya dengan lingkungan sekolah yang lain. Umumnya perilaku ini dibagi menjadi dua, yaitu perilaku baik atau buruk. kumpulan nilai perilaku ini dibukukan menjadi buku tertentu, misalnya dengan nama Buku Akhlaq, Buku Pandai, Buku Perilaku, dsb.
--> Contoh kasusnya, saat jam istirahat ada dua siswa yang berkelahi, anta A dan B. Guru yang melihat kejadian tersebut (utamanya guru kelas) harus mencatat dalam buku afektif atau perilaku milik kedua siswa tersebut, yang dicatat adalah pelaku dan kejadian yang terjadi. Sebaliknya, jika yang terjadi adalah kejadian yang baik, maka sang guru juga harus mencatatnya. Siswa pun harus mengetahui bahwa perilaku mereka dicatat dalam buku afektif tersebut.
--> Buku tersebut dapat berupa tabel dengan isi kolom nomor, nama, tanggal, perilaku (baik dan buruk). Buku tersebut untuk setiap anak. Atau sekolah dapat mengkombinasikan pemberian poin merah umtuk perbuatan tidak baik dan poin biru untuk perbuatan baik. kemudian, hasil poin biru atau merah dalam jumlah tertentu akan mendapat apresiasi dan konsekuensi edukasi bagi siswa bersangkutan.

Penilaian afektif di rumah, biasanya dilakukan oleh orang tua untuk mengisi buku penyambung yang memuat kebiasaan-kebiasaan baik siswa di rumah, misalnya perilaku kebiasaan siswa sholat wajib berjamaah, membaca Al-Qur'an, membantu orang tua, pergi ke masjid, dsb.

KEMAMPUAN PSIKOMOTORIK
Kemampuan psikomotorik ini erat kaitannya dengan kemampuan anak dalam menggerakkan dan menggunakan otot tubuhnya, kinerja, imajinasi, kreativitas, dan karya-karya intelektual (Chatib 2012). Beberapa contoh kegiatannya yaitu berenang, menari, melukis, menendang, berlari, melakukan gerakan sholat sampai dengan gerakan ibadah haji, dsb. Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan cara observasi atau pengamatan pada saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.

Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu:
  • Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatankegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya.
  • Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh,seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya.
  • Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan.
  • Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat pula.
  • Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan.

Alat penilaian psikomotorik meliputi (Chatib 2012):

  • Tes kertas dan pensil, tujuannya adalah untuk melihat kemampuan siswa dalam menampilkan karya. Misalnya, desain alat, desain grafis, dan karya sastra.
  • Tes identifikasi, tujuannya untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengidentifikasi sesuatu. Misalnya, kemampuan siswa menemukan unsur-unsur yang terkandung dalam sampah.
  • Tes simulasi, aktivitas yang mencontoh sebuah manajemen yang real untuk disimulasikan dalam kelas dengan batasan aturan-aturan yang berlaku sebenarnya. Alat peraga yang dipakai dapat berupa alat tiruan atau imajinatif.
  • Tes work-sample and project, tujuannya untuk menunjukkan apakah siswa mampu menggunakan alat sesungguhnya dalam hubungannya dengan materi pendidikan. Misalnya apakah siswa dapat menggunakan aplikasi komputer, melakaukan pengamatan dengan mikroskop, dll.

Skala penilaian ranah psikomotorik:

  1. Penentuan rubrik penilaian. Contohnya, jumlah benar dan salahnya siswa mengelompokkan beberapa benda menurut kategori yang sudah ditentukan (untuk aktivitas pengelompokkan), kualitas ketepatan alasan yang disampaikan siswa (untuk aktivitas presentasi).
  2. Penentuan angka skala penilaian. Contohnya, skala 1, 2, 3, 4, 5 dengan nilai tertinggi 5 dan terendah 1, dsb.
  3. Pencatatan hasil aktivitas. Pencatatan ini dilakukan oleh guru pada saat aktivitas berlangsung, baik secara individu maupun berkelompok. kemudian aktivitas ini dimasukkan dalam lembaran portofolio ranah psikomotorik.
Kemampuan Akeftif dan Psikomotorik ini saling berkaitan antara satu dengan lainnya, begitu juga dengan kemampuan kognitif. Tanpa adanya kemampuan afektif yang meliputi minat dan sikap peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang diajarkan, maka kemampuan kognitif dan psikomotorik tidak dapat muncul dengan baik.
Sumber:
Bloom BS, et al. 1956. Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1, Cognitive Domain. New York: David McKay.
Chatib M. 2012. Sekolahnya Manusia. Bandung: Kaifa.
Dave R. 1967. Psychomotor domain. Berlin: International Conference of Educational Testing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar